Troso merupakan salah satu desa di wilayah kecamatan Pecangaan, Kabupaten Jepara. Di desa tersebut terdapat kerajinan tenun ikat tradisional yang terkenal di Indonesia, yaitu tenun ikat Troso. Tenun ikat di Desa Troso dibuat secara tradisional dan merupakan salah satu usaha yang diwariskan secara turun-temurun sejak masuknya Islam pada masa Kerajaan Mataram hingga kini.
Pada awalnya, Mbah Senu dengan Nyi Senu memprakarsai tenun ikat Troso hanya untuk kebutuhan sandang masyarakat setempat untuk menemui ulama besar yaitu Mbah Datuk Gunardi Singorejo. Mbah Datuk ini adalah figur penting yang pada saat itu sedang menyebarkan agama Islam di Desa Troso. Namun seiring waktu, tenun ikat Troso telah menjadi industri kreatif yang terus berkembang. Sekitar 40% penduduk usia kerja bertumpu pada kegiatan ekonomi ini.
Kerajinan tenun ikat ini menggunakan bahan baku kapas, rayon, poliester, sutra, atau campurannya. Sebelum tahun 1960-an, tenun ikat Troso banyak didominasi oleh motif garis dan polos dengan alat tenun gedhog. Kemudian menggunakan ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) dengan motif lompong (daun keladi). Bahan baku yang digunakan pada saat itu adalah benang rayon. Berikut ini adalah salah satu contoh motif tenun ikat Troso motif Lompong yang telah dimodifikasi.
Motif tenun ikat Troso selalu mengalami perubahan. Hal ini disebabkan pengrajin selalu berinovasi untuk menciptakan motif dan desain baru. Ada kalanya para pengrajin membuat motif sesuai permintaan pasar dan ada kalanya membuat kreatif motif khas. Tetapi kebanyakan para pengrajin ini biasanya membuat motif berdasarkan pesanan.
Tenun ikat Troso sebagian dipasarkan di tingkat lokal Jawa Tengah dan sebagian besar dikirim ke berbagai wilayah Nusantara seperti Bali, Jakarta, dan Surabaya. Dan saat ini, sudah banyak juga dipasarkan ke berbagai negara seperti Inggris, Kanada, Amerika, Jepang, dan Belanda.
0 komentar:
Post a Comment