Pakaian Surjan
adalah pakaian resmi pria khas Jawa terutama Jawa Tengah dan Yogyakarta.
Pakaian ini biasa dipakai ketika pelaksanaan upacara adat. Biasanya surjan
dipadukan dengan blankon. Motif surjan pada awalnya hanya lurik yang
melambangkan kesederhanaan, namun seiring waktu dikembangkan pula surjan dengan
motif bunga. Kata Surjan itu sendiri sesungguhnya
berakar dari bahasa Arab, yakni Siraajan yang artinya adalah lampu atau dalam bahasa Jawa disebut
Pepadhang.
Di dalam keraton,
ukuran garis lurik menunjukan jabatan seseorang. Semakin besar ukuran motif
luriknya maka semakin tinggi jabatannya. Sedangkan motif bunga, hanya kalangan
pejabat atau bangsawan yang berhak memakaianya.
Pakaian Warisan
Wali
Menurut Wakil
Ketua PWNU DIY, M. Jadul Maula, bahwa pakaian
Surjan dirancang oleh Wali untuk menegakkan rukun Islam dan Iman. Surjan memiliki lima kancing baju,
tiga kancing terdapat dibagian depan dan tertutup, dua kancing atau sisanya
terletak di bagian leher. Masih menurut Jadul Maula, lima kancing tersebut
memiliki filosofi tertentu yaitu melambangkan rukun islam yang lima. Tiga
kancing yang di depan didesain tertutup untuk melambangkan Syahadat, Sholat, dan Puasa sebagai representasi ibadah privat yang tidak
boleh riya.
“Mengapa
tertutup? Karena seseorang tidak butuh dilihat orang lain ketika menjalankan
tiga hal tersebut. Itulah etika untuk
menjalankan ibadah,” tambahnya. Sedangkan
dua rukun Islam lainnya, yaitu Zakat dan Haji dilambangkan
pada dua kancing yang terdapat di leher dan terlihat. Artinya dua ibadah tersebut justru perlu untuk diungkapkan kepada orang lain. Seperti, ketika hendak dan selesai melaksanakan ibadah haji, mengadakan tasyakuran. Ketika
baju Surjan dipadukan dengan
Blangkon di kepala, maka jadilah ia memiliki filosofi rukun Iman yang berjumlah
enam. “Artinya, martabat kita
ditegakkan dengan rukun iman yang enam itu,” tambahnya.
Dari filosofi tersebut maka sudah selayaknya pakaian surjan ini diartikan sebagai pakaian takwa karena nilai-nilai islamnya yang kental. Namun di Indonesia yang disebut pakaian takwa adalah baju koko. Ini pula yang disesalkan oleh Jadul Maulana. Beliau mengingatkan kita, umat Islam agar tidak hanya melihat surjan ini sebagai tradisi yang lepas dari ajaran wali. Dia mengaku heran, di kalangan umat Islam Indonesia selama ini malah beredar pemahaman bahwa baju muslim adalah baju koko. Padahal, baju yang sering diasosiasikan sebagai baju taqwa itu merupakan baju atau pakaian khas China.
Perkembangannya
Surjan sudah digunakan sebagai fashion
pada masyarakat umum terutama di
daerah Jawa saat ini. Dipakai oleh berbagai kalangan dari anak-anak hingga dewasa dengan
desain yang dipadu-padankan dengan bawahan celana jeans, menggunakan
kancing terbuka seluruhnya, dan memakai kaos di dalamnya. Motif
surjan juga digunakan untuk keperluan
lainnya seperti bahan kain tas dan dompet. Motif surjan saat ini banyak dijual terutama di kota
Yogyakarta. Motif surjan lurik untuk masyarakat umum berbeda dengan yang
digunakan oleh keraton. Warna kainnya lebih beragam dan garisnya lebih lebar.
Ketika ditanyakan kepada salah seorang pegiat budaya tentang keadaan tersebut, beliau tidak setuju, karena keadaan itu akan merubah makna dan tidak memiliki filosofi lagi. Bahkan surjan jika sudah diberi penyangga pundak yang kaku seperti jas, tidak dapat dikatakan sebagai surjan lagi, karena sudah menyerupai jas yang mengacu pada budaya luar negeri.
Ketika ditanyakan kepada salah seorang pegiat budaya tentang keadaan tersebut, beliau tidak setuju, karena keadaan itu akan merubah makna dan tidak memiliki filosofi lagi. Bahkan surjan jika sudah diberi penyangga pundak yang kaku seperti jas, tidak dapat dikatakan sebagai surjan lagi, karena sudah menyerupai jas yang mengacu pada budaya luar negeri.
0 komentar:
Post a Comment